Bahan Diskusi Petunjuk Teori Evolusi | Penelitian Oleh Para Ahli | Tahap Proses Evolusi

 Bahan Diskusi Petunjuk Teori Evolusi  | Penelitian Oleh Para Ahli | Tahap Proses Evolusi

a. Pendapat Telhard de Chardin Mengenai Proses Evolusi

Teilhard de Chardin banyak berkecimpung dengan ilmu bumi. Antroplogi dan palaeontologi. Dalam ekspedisi di Tionkok bersama Dr. Black menemukan “Sinantropus” dalam tahaun 1931, dan bersama Von Koenigswald meneliti fosil – fosil manusia Trinil, Ngandong dan Sangiran. Temuan dari penelitian tersebut memantapkan teori evolusi sebagai berikut. 

Proses evolusi dibedakan menjadi 3 tahap

1. Tahap Geosfer

Tahap ini adalah tahap pra-hidup, tahap perubahan yang terutama menyangkut perubahan tata surya kita, matahari dengan Sembilan planetnya termasuk bumi ini, maupun genesis dan kosmos yang lebih luas ini. 

Di sini teori Nebula dan Immanuel Kant dan Pierre Simon Laplace maupun teori mutakhir yang bertitik tolak dari teori nebula ini dengan sedikit modifikasi merupakan bahan utama sebagai titik tolak untuk membicarakan tahap geosfer dari proses evolusi. 

2. Tahap Biosfer 

Kalau ada tahap biosfer yang menjadi masalah adalah adanya “loncatan” dari materi tak hidup menjadi “materi” hidup, maka pada tahap biosfer yang dimasalahkan adalah “loncatan” munculnya manusia. 

3. Tahap Neosfer 

Tahap inilah yang belum pernah dipikirkan oleh para ahli sebelum Teilhard. Menurut Teilhard, yang penting pada makhluk hidup dalam ha ini manusia, adalah terjadinya evolusi mengenai kesadaran batinya yang semakin mantap. 

Menurut dia, baik pada makhluk hidup maupun pada benda yang tak hidup ada yang disebut sebagai “kesadaran batin”, yaitu segi “dalam”. Kesadaran ini pada tingkat rendah berkembang menjadi kesadaran “instinktif”, untuk kemudian berkembang menjadi kesadaran “reflektif’. Disinilah lahirnya apa yang disebut akal atau pikiran. 

Manusia tidak lagi menjadi objek perubahan semata – mata, melainkan juga subjek – subjek perubahan, yaitu manusia dapat memberikan arah pada perubahan yang ia ciptakan. Juga cukup menarik adalah hukum yang dinyatakan oleh Teilhard, yaitu hukum eratnya antara kekomplekan materi dan konsentrasi batin. 

Makin kuatnya hal ini makin bebaslah benda tersebut dari pengaruh luar. Batu misalnya, mudah digeser, dicerai- beraikan, mudah dipengaruhi dengan seenaknya dari luar. Tetapi tumbuhan tidak semudah batu, tidak mudah digeser, tidak mudah diubah seperti batu. 

Hewan akan lari sebelum mendapat perlakuan seperti itu. Manusia mungkin tidak lari, tetapi akan bertahan yang jauh lebih hebat akibatnya dalam mempertahankan keutuhan segi “dalam” dan segi “luarnya”. 

Sampai sebegitu jauh secara samar – samar jelas bahwa manusia pun masih mengalami evolusi, sebagai akibat perpaudan kedudukanya sebagai objek maupun subjek perubahan. Teilhard menyatakan dengan Bahasa kias, bahwa evolusi bergerak dari titik α (alpha) menuju ke titik ê­¥ (omega). 

b. Petunjuk Biokimia

Petunjuk biokimiawi bahwa tubuh manusia dan simpanse adalah sama mungkin lebih mudah untuk dapat dikembangkan sebagai materi untuk ditransfer pada peristiwa lain, yang dianggap sebagai bukti- bukti evolusi.

Keadaan tersebut diatas di bawa pada teori “one-gene – one enzyme” seperti dikemukakan oleh George N.Beodle dan Edward L. Tatum yang keduanya mendapat hadiah Nobel pada tahun 1959. Proses transkripsi (pembentukan RNA oleh DNA) dan selanjutnya pembentukan protein-enzim, enzim dan reaksi kimia merupakan jalur untuk mencoba mengadakan pendekatan tentang proses evolusi yang seperti tersebut di muka dapat dipakai (transfer) pada situasi lain. 

Mungkin pula penemuan fosil Ramapithecus, Dryopithecus dan Egyptopithecus di mana Ramapithecus merupakan salah satu mata rantai yang sudah “tercapai” pada rantai asal usul manusia. Sedang Dryopithecus merupakan “nenek moyang bersama” antara manusia dan kera, yang sejak titik tersebut keduanya berpisah, dapat melengkapi petunjuk – petunjuk biokimiawi di atas.

Fosil Egyptopithecus ditemukan pada akhir epoch Oligocene, 30 juta tahun yang lalu, sedang Dryopithecus dijumpai pada pertengahan Epoch Miocene. Ramapithecus ditemukan pada akhir epoch Miocene, 15-20juta tahun yang lalu. 

Fosil ini memang lebih sederhana dibanding dengan Australopithecus. Kenyataan menunjukan bahwa fosil primate lebih jarang dijumpai dibanding dengan mamalia yang lain. Ini disebabkan karena hidupnya dihutan daerah tropic; disini proses fosilisasi mengalami hambatan. 

Berikut dicantumkan kapasitas cranium pada manusia dan era baik yang masih hidup maupun yang berupa fosil. 

Primate, fosil/hidup

Kapasitas cranium dalam cc

Kera Modern

Gibbon

Orang utan

Simpanse

Gorila

 

100

395

400

510

Australopithecus

Bentuk pertama

Bentuk akhir

 

450

660

Manusia mula – mula

Manusia java

Manusia Peking

Manusia Neandherthal

 

870

1.050

1.450

Manusia modern

Manusia Cromagnon

Manusia sekarang

 

1.660

1.450


Menyangkut perkembangan evolusi manusia dapat pula dilihat, dari perkembangan evolusi kulturalnya, misalnya dari waktu 15 – 20 juta tahun lalu. 

Perkembangan Evolusi Kultural Manusia. 

Beberapa tahun yang lalu

Kebudayaan

15.000 tahun yang lalu

 

40.000 tahun yang lalu

 

150.000 tahun yang lalu

 

400.000 tahun yang lalu

 

700.000 tahun yang lalu

 

Antara 1 – 2 juta tahun yang lalu

 

 

Antara 15 – 20 juta tahun yang lalu

 

Industri, pertanian

Teknologi, dan lain – lain

Mulai mengenal kesenian

Kebudayaan Batu Atas

Upacara penguburan dan persembahan

 

Ujung tombak dari batu yang terarah, dan alat kerja, mulai kerajinan tangan

Alat – alat batu kasar

Mulai mengenal api

Alat – alat batu yang langsung lalu diambil dari alam. Pemakan daging dan tumbuh- tumbuhan

 

---



c. Penetapan Umur Fosil 
Penutupan umur fosil dapat dilakukan dengan 2 cara
Cara tidak langsung, yaitu dilakukan dengan mengukur umur lapisan bumi tempat fosil tersebut ditemukan. 

Cara langsung, yaitu dengan mengukur umur fosil itu sendiri. Beberapa contoh dapat diketemukan di sini. 

1. Berdasarkan Peristiwa Laju Erosi
Pendapat ini didasarkan pada kenyataan sehari – hari yang kita jumpai. Pada waktu hujan misalnya, maka pada tanah/tanah pasir akan kita temui adanya jalur yang terjadi akibat erosi yang disebabkan oleh air hujan tersebut. 

Makin lama hujan berlangsung makin dalam pula jalur yang terjadi. Jeram Niagara yang dalamnya ± 12 km, jarak antara permukaan air dan bibir jeram, diperkirakan memakan waktu 9900 tahun. Bagaimana para ahli geologi sampai pada perhitungan tersebut adalah didasarkan pada : bahwa laju erosi rata – rata sebanyak120 cm per tahun. 

2. Berdasarkan peristiwa Laju Sedimentasi
Air sungai yang menuju ke laut ataupun ke danau akan membawa sejumlah pasir, lempung dan tanah liat yang membentuk selta sebagai hasil sedimentasi. Memang dalam hal ini perlu diperhitungkan perbedaan laju sedimentasi pasir, debu dan tanah liat. Namun dalam prinsipnya perhitunganya adalah sebagai berikut. 

                                       
1. Kandungan Garam 
Sebagaimana diketahui peristiwa perubahan yang besar yang oleh para ahli geologi disebut revolusi, baik berupa diasrofisme, metamorfisme ataupun vulkanisme yang hebat menyebabkan bahwa bagian bumi yang semula laut menjadi daratan atau sebaliknya. 

Itulah sebabnya mengapa fosil – fosil ikan dijumpai pada daratan dewasa ini. Itu pulalah sebabnya maka para ahli berusaha untuk mencari upaya menghitung umur dari laut. Sementara orang berpendapat bahwa dengan mengukur kadar garam dapat dikaitkan dengan peristiwa laju erosi seperti tersebut di muka. Namun ternyata kemudian, bahwa kesulitan lain timbul karena proses eaporasi dan adanya air yang terperangkap oleh sedimen serta air hujan. 

2. Penentuan Umur dengan Zat Radioaktif
Dewasa ini cara untuk menentukan umur peninggalan purba dengan menggunakan sifat zat radioaktif. Sebagaimana diketahui zat radioaktif dapat mengadakan radiasi spontan, yaitu pemencaran sinar – sinar radioaktif α (alpha), β (beta) dan γ (gamma). 

Karena sinar α mempunyai massa maka penyinaran spontan ini mengakibatkan susutnya berat dari zat radioaktif yang bersangkutan. Selain itu jua terjadinya sifat kimiawi karena penyinaran sinar β hingga akhirnya zat radioaktif tersebut berubah menjadi elemen lain. 

Sebagai contoh dikemukakan bagaimana uranium mengalami peristiwa radiasi spontan yang selain massanya berkurang terus, juga sifat kimianya berubah dari uranium -238 (U²³⁸) menjadi torium -234 kemudian menjadi Uranium kembali, U-234 untuk kemudian menjadi torium 230, radium, radon, polonium – 218, plumbum – 214, bismuth 210, polonium -210, akhirnya menjadi plumbum – 2016 (Pb²⁰⁶).
Dalam bentuk ₈₂Pb²⁰⁶ sifatnya stabil, tidak radioaktif lagi, hingga tidak ada pemencaran sinar ataupun, dan dengan demikian massanya maupun sifat kimianya tidak mengalami perubahan secara spontan. 
Transformasi U menjadi Pb kini telah diketahui lamanya adalah 7.600.000.000 tahu, dengan perkataan lain apabila diketahui banyaknya Pb yang terbentuk dari hasil disintegrasi, umur dari lapisan itu dapat dihitung dengan menggunakan formula. 

Sayang bahwa jarang kita jumpai Uranium (U) dalam tanah. Kini orang menjumpai pula adanya perubahan spontan isotop radioaktif kalium yang kemudian menjadi gas organ. Ini adalah kejadian yang menguntungkan, karena kalium banyak dijumpai dalam lapisan tanah yang mengandung fosil. 

Pembagian umur geologik kini mengalami perubahan berdasarkan radiasi spontan K (kalium) -- Ar (argon), terutama untuk umur lapisan 600 juta sampai kini. Meskipun demikian radiasi spontan U --- Pb masih juga digunakan sebagai metoda penemuan umur fosil. Di atmosfer dijumpai meskipun dalam kadar yang rendah, isotop karbon radioaktif ₆C¹⁴ berasal dari ₇ N¹⁴ sebagai akibat adanya sinar kosmos yang pada hakekatnya adalah proton dengan energy yang sangat tinggi. 

Tetapi bila makhluk hidup mati maka tak ada lagi penambahan ₆C¹⁴ dalam tubuh makhluk tersebut. Objek makhluk hidup sampai umur 24.000 tahun dapat dihitung dengan menggunakan cara ini. 

d. Penggunaan Kata
Di sini bukanlah mempunyai arti absolut melainkan bertujuan untuk mengarahkan kita pada penemuan dalam mempelajari berbagai bidang ilmu mengenai evolusi. Dalam hal tersebut dinyatakan antara lain anatomi perbandingan sebagai bukti terjadinya evolusi, bukti – bukti embriologi, fisiologi perbandingan dan lain sebagainya, tetapi perlu dikaji benarkah kata “bukti” tersebut? Apakah bukan hanya sebagai “petunjuk” yang dapat digunakan untuk mendekati teori evolusi? 

Kita ambil contoh anatomi perbandingan tentang ekstremitas anterior berbagai gambar hewan. Bukankah hewan tersebut hewan yang kita jumpai pada masa kini? Kesamaan struktur dasar yang dijumpai pada ekstremitas anterior hewan – hewan tersebut dapat menunjukan apa? Tanpa komparasi (anatomi) vertical sudah barang tentu apa yang disebut sebagai bukti itu hanyalah sekadar interpretasi manusia yang mungkin dapat ‘dituduh’ mencari – cari. Seberapa kuat bukti – bukti tersebut mampu bertahan terhadap “special cration?”. 

e. Evolusi Manusia 
Latar belakang primata
Seperti halnya Era yang diperinci lagi menjadi Periode – Periode, maka Periode pun dibagi lagi menjadi satuan – satuan waktu yang disebut Epoch. 

Periode

Epoch

Lamanya

Mulainya

Quarterner

 

 

 

Tersier

Masa kini

Pleistocene

Liocene

Miocene

Oligocene

Eocene

Paleocene

20.000 th.

1

11

16

11

19

17

20.000 SM.

1

12

28

39

58

75



Pada permulaan Era Cenozoic, sedang terjadi proses radiasi pada mamalia. Garis radiasi yang menuju kea rah pemunculan manusia dimulai dari kehidupan di pohon yang kemudian mengadakan adaptasi pada kehidupan arboreal tersebut. Kejadian ini diperkirakan pada permulan epoch Paleocene, dan dikenal adanya dua garis radiasi yaitu: ordo Insekivora dan ordo Primata. 

Dari insektivora, seperti halnya mole dan tikus clurut, mudah dibedakan dengan primate modern seperti halnya dengan manusia. Tetapi ada pula yang tak dapat dibedakan antara insektivora dan primate yaitu “shrew”. Karena itu ada shrew yang digolongkan pada insekticora dan ada yang digolongkan pada primate. Peristiwa ini juga menunjukan adanya hubungan yang dekat antara insketivora dan primata.

1. Radiasi dan Primata 
Primata yang pertama yang dapat dibedakan dengan insektivora adalah promosion awal, yang dijumpai pada epoch Paleoncene. Hewan ini tetap kecil menyerupa tikus clurut, punya moncong panjang dan ekor yang panjang pula. Hewan ini tangkas, dan ketangkasan merupakan syarat untuk hidup di pohon – pohonan. 

Selain itu mempunyai mata yang awas dan koordinasi saraf otot yang baik. Promosion awal ini memberi garis radiasi menjadi promosion modern termasuk di dalamnya, lemur dan “aye – aye” yang terdapat di pulau Madagaskar. Hewan ini tetap mempunyai ekor panjang, moncong panjang tetapi tidak mempunyai cakar, sebagai gantinya adalah kuku yang pipih seperti yang dijumpai pada primata.

Pada lemur adanya cakar dapat menghambat gerakan di pohon. Termasuk promosion modern adalah apa yang kita kenal sebagai tersier (kera hantu). Pada hewan ini moncong yang panjang sudah tidak dijumpai lagi. Sepasang mata yang pada lemur terdapat lebih didaerah samping pada kehidupan di pohon. Juga jari – jarinya sesuai dengan kehidupan di pohon, untuk memegang dahan – dahan, di sini dijumpai adanya bangunan sebagai bantalan pada ujung – ujung jari. 

Selain garis radiasi tersebut diatas ada garis radiasi lain, yaitu yang memberi peluang untuk munculnya Ceboid, suatu kera Dunia Baru.

Ceboid ini sekarang dikenal di Amerika Selatan dan Amerika Tengah dengan cirinya yang khas, yaitu ekor yang kuat yang dapat digunakan untuk memanjat. Garis radiasi yang ketiga adalah yang memungkinkan munculnya Ceicopithecoid. Old World Monkey, yang telah berkembang semenjak Paleocene. 

Hewan – hewan ini mengadakan radiasi lagi pada Oligocene dan Miocene dan terdapat di Amerika dan Asia. Kera ini juga mempunyai ekor tetapi tidak digunakan sebagai anggota. Kera ini mempunyai pandangan stereoskopik dan juga mempunyai jari – jari yang dapat bergerak bebas, serta ibu jari yang dapat digunakan untuk berpegangan pada dahan dengan erat dan di samping itu adanya anggota yang dapat bergerak dengan bebas, kera ini dapat mengadakan adaptasi untuk hidup dipohon, sehingga lebih baik daripada kera Dunia Baru. 

Adanya bentuk skeleton yang sudah khusus itu membawa akibat pula adanya adaptasi dari otot dan saraf. Di sini dijumpai adanya pembesaran dari kulit otak lebih – lebih bagian optic. Dengan demikian kera tersebut dapat memperkirakan jarak dengan teapt, mengira waktu dalam hubunganya dengan gerakan yang dilakukan dan koordinasi gerakan jari dan anggota. Koordinasi antara mata dan angota adalah bentuk dari perkembangan inteligensi. 

2. Radiasi Hominoid
Tiga puluh juta tahun yang lalu pada awal Miocene, hominoid ini bercabang menjadi dua garis radiasi, yaitu yang kemudian menjadi manusia dan yang menjadi kera. Keduanya mempunyai ciri khusus yaitu hilangnya ekor. Di samping itu tubuh mereka dalam ukuranya lebih besar disbanding dengan ata – rata dari primate. Juga otaknya menjadi lebih besar. Kera ini dibedakan menjadi 4 genus: Gibbons, Orang utan, Simpanse dan Gorila. 

Kelompok ini hidup dipohon – pohonan seperti juga nenek moyangnya. Tetapi dijumpai pula bahwa ada sementara yang adaptasinya pada kehidupan arboreal kurang sempurna. Orang utan lebih – lebih simpanse dapat hidup baik tidak di poho – pohon. Gorila lebih suka hidup didarat seperti halnya manusia. Kejadian ini memberi kecenderungan untuk berjalan di atas 2 kaki selain juga sikap tubuh yang tegak. 


Radiasi mamalia pada era Cenozoic

Sikap tegak dan adanya kemampuan untuk berjalan dengan menggunakan 2 kaki memberi kebebasan kepada kedua anggota muka untuk dapat digunakan untuk maksud – maksud yang lain. Pada manusia setelah memisahkan diri dari hominoid pada Miocene maka ditinggalkanyalah kehidupan di pohon – pohon. 

Garis radiasi yang menuju ke munculnya manusia memberi kemungkinan berkembangnya anggota belakang, lebih – lebih ditekankan pada telapak kaki, untuk berjalan dan anggota depan untuk kegiatan lain. Dengan bebasnya anggota muka ini terjadilah kemudian koordinasi saraf antara mata dan anggota muka. 


Radiasi primata pada Senozoikum 

3. Garis sebelum manusia (Pra-manusia) 
Apa sebab garis keturunan yang menuju pada manusia meninggalkan kehidupan dipohon? Satu kemungkinan adalah semakin jarangnya pohon – pohonan akibat adanya perubahan iklim. Keadaan ini memaksa nenek moyang manusia tersebut menggunakan kakinya untuk pindah dari pohon satu ke pohon yang lain. 

Dengan banyaknya hewan – hewan buas maka terjadi seleksi menuju pada perlakukanya kaki yang dapat digunakan untuk lari, berikut otot – otot kaki yang kuat untuk jalan dan ini dicerminkan oleh adanya pantat yang besar. 

Juga terjadi perubahan fungsi anggota muka, dan timbulah kemudian koordinasi kompleks antara tangan dan mata, serta perkembangan otak yang baik. Mengenai asal mula garis keturunan manusia sampai sekarang belum jelas benar, sehingga sesungguhnya masih besarlah unsur – unsur spekulasi. 

Hal ini antara lain disebabkan karena tidak adanya data yang berupa fosil pada Epoch Miocene dan epoch Pliocene. Keinginan untuk mengetahuinya sukar sekali untuk dipenuhi dibanding dengan banyaknya fosil – fosil hewan yang ditemukan. 

Baru pada epoch Pleistocene dijumpai bukti – bukti dari perkembangan manusia, jadi ± 1 juta tahun yang lalu. Pada epoch Pleistocene ini, keadaan bumi sangat berat disebabkan adanya zaman es yang berlangsung beberapa kali sehingga iklimnya berubah – ubah. 

Keadaan ini ditandai oleh punahnya bentuk – bentuk tertentu serta munculnya secara evolutif beberapa makhluk yang lain. 

Beberapa hewan berpindah ke selatan sebagai akibat timbulnya es yang kemudian menjadi penghuni ekuator, sedang marmot uyang mempunyai bulu tebal dapat bertahan di tempat yang dingin. Usaha – usaha lain adalah mencari perlindungan dalam gua – gua, dalam tanah dan hutan. Hewan – hewan inilah yang kini kita jumpai sebagai beruang dan juga sejenis rusa yang kini masih dijumpai di kutub utara. 

Diantara makhluk yang hidup digua – gua tersebut juga diduga tipe subhuman, yang berasal dari prahuman dan peride Tertier. Fosil di sini memberi petunjuka sampai seberapa jauh garis evolusi manusia telah berkembang semenjak zaman Miocene. 

Deduksi mengenai bagaimana bentuk subhuman telah dilakukan biar pun yang ditemukan sebagai contoh adalah sifat – sifat tengkorak, misalnya mengenai tebal tipisnya, tonjolan dan lengkung alis, bentuk tulang dahi apakah vertical ataukah horizontal, besarnya ruang otak, pertumbuhan dagu. 

Kesemua ciri tersebut kini dapat digunakan sebagai indikasi apakah tengkorak tersebut berasal dari subhuman yang primitive ataukah yang lebih lanjut. Juga dapat dipelajari mengenai kebudayaanya dengan menggunakan sebagai pedoman alat – alat yang diketemukan, bekas – bekas kemah atau bekas – bekas tempat tinggalnya, serta senjatanya. Riwayat perkembangan evolusi dari subhuman dapat ditunjukan dalam bagan sebagai berikut. 


Evolusi manusia 

Fosil subhuman yang tertua adalah Asutralopithecus. Wujudnya lebih menyerupai kera daripada manusia. Makhluk ini merupakan bentuk yang kemudian berkembang dan mempunyai keturunan yang dijumpai dalam epoch Pleistocene. Diantara subhuman yang hidup pada epoch Pleistocene awal adalah yang dikneal sebagai manusia kera dari Jawa pithecanthropus erectus yang hidup ± pada 500.000 tahun yang lalu. 

Manusia kera ini sudah lebih menyerupai manusia daripada kera. Volume otaknya ± 1000 cc, sedang pada gorilla ± 600 cc dan pada manusia modern ± 1500 cc. Tulang dahinya mendatar, lengkung alisnya menonjol, praktis tidak mempunyai dagu, membulat. Tanganya panjang dan sikapnya agak membungkuk sperti gorilla. Dari bukti – bukti adanya scullcopis dapat diambil kesimpulan bahwa makhluk ini bersifat kanibal. 

Subhuman yang lain adalah homo neanderthalensis. Orang menamakan demikian oleh karena dianggap sama dengan manusia sekarang tetapi berlainan spesies. Makhluk ini hidup pada pertengahan akhir Pleistocene, ± 500.000 sampai 50.000 tahun yang lalu, karenanya orang beranggapan bahwa makhluk ini manusia primitive yang pertama dan merupakan Pithecanthropus yang terakhir. 

Mengenai dagu, lengkung alis, tangan, makhluk ini serupa benar dengan Pithecanthropus. Kakinya pendek dan sikapnya membungkuk. Volum otaknya sama dengan manusia dewasa ini, yaitu ± 1500 cc. Hanya saja kepalanya menonjol ke belakang, sedang pada manusia membulat, tulang dahinya rendah dan mendatar.  

Ditinjau dari hasil budayanya, Homo neanderthalensis digolongkan pada manusia zaman batu yang hidup digua – gua. Alat – alat yang dibuat sudah bervariasi yaitu alat – alat rumah tangga, kapakuntuk berburu, senjata berupa gada dan lain – lain. 

Namun demikian rupanya mereka tetap sebagai nomaden yang belum mengenal hidup bertani dan beternak. Mereka belum mengenal alat yang terbuat dari tanah dan belum mengenal seni. Hidupnya terutama di Eropa dan di sana – sini di Afrika dan pantai Laut Tengah. Suatu waktu Homo neanderthalensis ini lenyap dan diganti oleh Homo habilis. 

4. Manusia Masa Kini (Modern)
Secara tepat tak dpat diketahui kapan manusia modern ini muncul, tetapi mungkin yang tertua adalah tengkorak Swanscombe yang umurnya 300.000 tahun dan mungkin sekali lebih tua lagi, yaitu sekitar 500.000 tahun yang lalu. 

Makhluk ini pula diduga berasal dari Pithecanthropus. Manusia modern yang menggantikan Homo neanderthalensis adalah Cromagnon yang hidup sekitar 50.000 – 20.000 tahun yang lalu. Sikap dari Cromagnon adalah tegak dan meskipun menggunakan alat – alat dari tulang tetapi digolongkan pada manusia zaman batu. 

Suatu hal yang cukup unik adalah dijumpainya jarum yang dipergunakan untuk menjahit kulit –kulit binatang. Belum mengenal pertanian dan peternakan. Hidupnya dari berburu dengan menggunakan abjing. Dalam gua – gua yang ditempatinya sudah dijumpai adanya lukisan – lukisan di dinding. 

Di bagian lain dari dunia ini terdapat juga ras – ras lain dari Homo sapiens, yaitu Kaokasoid, Ngroid dan Mongoloid. 

Mendekati Pleistocene, manusia Cromagnon lenyap dari Eropa dan kedudukanya digantikan oleh yang lain. Pada saat tersebut es sudah mulai encer. Pada waktu itu adalah 20.000 tahun yang lalu, iklimnya semakin lembut hingga tak perlu orang mendiami gua – gua, 1500 tahun yang lalu adalah abad batu pertengahan, mereka tetap hidup sebagai nomaden. 

Zaman batu yang baru adalah tahun 5.000 SM, pada zaman itu sudah mulai terjadi penggunaan alat – alat dari tanah, mereka sudah beternak. Pada tahun 3000 SM mulailah abad penunggui dan selama 2000 tahun berikutnya adalah zaman besi. 

Pada manusia modern selain ciri – ciri bahwa sudah ada dagu, sikapnya tegak, berjalan di atas kaki dengan baik, juga masa mudanya panjang. Kalau simpanse menjadi dewasa pada umue 2 tahun dan menjadi tua pada umur 20 tahun, maka pada manusia sebagaimana diketahui sedang mulai dewasa. Masa belajarnya dan mengumpulkan pengalaman hidupnya lama. Kualitas hasil belajarnya tinggi sebagai akibat baiknya perkemangan otaknya selama embrio. 

Manusia sadar akan dirinya dan berpribadi, sanggup membuat rencana untuk hari depanya, mengumpulkan pengetahuan dari generasi ke generasi, maka timbulah evolusi yang baru. Kalau evolusi sebelumnya disebut evolusi biologis dengan perantaraan gen, maka evolusi lanjutanya disebut evolusi social. 

Evolusi social berlangsung dengan perantaraan komunikasi dalam bentuk kata – kata yang diucapkan maupun tertulis. Tradisi diturunkan tidak hanya karena peranan gen tetapi juga karena kata – kata (Bahasa). 

Dengan gambaran tersebut jelas, Bahasa bukanlah satu –satunya hasil proses evolusi, namun tak dapat disangkal bahwa perananya besar sekali pada proses evolusi selanjutnya yaitu karena adanya kemampuan mengarahkan dan menguasai beberapa faktor alam. 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel